Rabu, 10 Februari 2010

Mengenai Bunyi dan Kebisingan

Bunyi

Bunyi adalah perubahan tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga atau kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium, medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, gas.

Kebanyakan suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi yang diukur dalam Hertz (Hz) dan amplitude atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran dalam desibel. Manusia mendengar bunyi saat gelombang bunyi, yaitu getaran udara atau medium lain, sampai kegendang telinga manusia. Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari 20 Hz sampai 20 kHz pada amplitudo umum dengan berbagai variasi dalam kurva responya. Suara diatas 20 kHz disebut ultrasonic dan dibawah 20 Hz disebut infrasonik.bising1

Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan lingkungan yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB). Kebisingan juga dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan. Berdasarkan Kepmenaker, kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat, proses produksi yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan pendengaran.

Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar. Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul udara sekitarnya sehingga molekul-molekul udara ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola ramatan longitudinal. Rambatan gelombang diudara ini dikenal sebagai suara atau bunyi sedangkan dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan kenyamanan dan kesehatan

Sumber kebisingan
Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Di Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu

1. Mesin

Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesin.

2. Vibrasi

Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.

3. Pergerakan udara, gas dan cairan

Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain.

Polusi Suara, Sadarkah Kita? - WikiMu

Polusi Suara, Sadarkah Kita? - WikiMu

Ludwig von Beethoven


Seorang komponis musik klasik dari Jerman. Karyanya yang terkenal adalah simfoni kelima dan kesembilan, dan juga lagu piano Für Elise. Ia dipandang sebagai salah satu komponis yang terbesar dan merupakan tokoh penting dalam masa peralihan antara Zaman Klasik dan Zaman Romantik. Semasa muda, ia adalah pianis yang berbakat, populer di antara orang-orang penting dan kaya di Wina, Austria, tempatnya tinggal. Namun, pada tahun 1801, ia mulai menjadi tuli.

pada awal karirnya di Wina, Beethoven masih mendapat gaji dari Pangeran Franz, selain itu ia juga dibantu oleh beberapa bangsawan yang mendukungnya, antara lain Pangeran Carl von Lichnowsky. Beethoven mendedikasikan kepadanya salah satu sonata pianonya yang paling terkenal, Sonata in C Minor ‘Pathetique’, Op. 13. Masa awal Wina merupakan masa yang cukup produktif bagi Beethoven. Komposisi-komposisi yang ia gubah antara lain simfoni no. 1 dan 2, lima sonata piano termasuk ‘Moonlight’ sonata dan ‘Pastorale’ sonata, sonata biola keempat dan kelima (Op. 23 dan Op. 24), variasi cello pada Bei Mannern, welche Liebe fuhle milik Mozart, Quintet Op. 18, Septet in Eb Major, Op. 20, dan Quintet, Op. 29. Beethoven tidak hanya populer sebagai pianis virtuoso namun juga sebagai komponis. Murid-muridnya kebanyakan berasal dari keluarga aristokrat.

Ketuliannya semakin parah dan pada 1817 ia menjadi tuli sepenuhnya. Meskipun ia tak lagi bisa bermain dalam konser, ia terus mencipta musik, dan pada masa ini mencipta sebagian karya-karyanya yang terbesar. Ia menjalani sisa hidupnya di Wina dan tak pernah menikah.

Dikutip dari Wikipedia

Waspada MP3 player


BRUSSEL - Ilmuwan Eropa memperingatkan adanya bahaya kerusakan pada gendang telinga yang disebabkan oleh perangkat pemutar musik MP3.

Menurut para ilmuwan tersebut, seperti dilansir melalui Reuters, Rabu (28/1/2009), sekira 10 juta anak-anak muda di Eropa berpotensi menderita mengalami kerusakan pendengaran jika mereka secara terus menerus mendengarkan musik melalui perangkat MP3 dengan tingkat volume yang terlalu keras.

"Mendengarkan musik melalui perangkat MP3 dan alat pemutar musik lainnya, dengan tingkat volume yang terlalu tinggi, dalam waktu yang cukup lama dan berkesinambungan, dapat menyebabkan sakit pada pendengaran dan munculnya dengung suara di dalam telinga setiap saat," ujar ketua tim ilmuwan Badan Kesehatan Negara-negara Eropa.

Hasil studi yang mereka lakukan menemukan, sekira 5 hingga 10 persen pengguna MP3 memiliki resiko kehilangan pendengarannya secara permanen, jika ia menggunakan MP3 untuk mendengarkan musik lebih dari satu jam sehari selama 5 tahun berturut-turut, dengan volume yang keras tentu saja.

Dikutip dari http://tackulmine.comoj.com

Trauma akustik, benarkah menyebabkan ketulian ?


Ini adalah kali kedua saya mengalami trauma akustik seperti ini. Pertengahan tahun 2006 saya berkenalan dengan trauma ini. Tiba-tiba saja telinga saya menjadi sangat sensitif terhadap semua bebunyian yang agak keras. Bahkan tidak sering saya harus memaksa orang untuk berbicara sedikit lebih keras supaya saya bisa mendengar mereka. Dengan kata lain sedikit congek lah.

Sekarang saya merasakannya lagi. Telinga saya menjadi sangat sensitif terhadap suara yang sangat dahsyat. Setelah menonton Terminator : Salvation, dampak ini makin terasa. Memang sih sepanjang film ini dipenuhi dengan adegan laga dan dentuman suara tembakan, ledakan yang tidak pernah henti-hentinya. Kesemua bebunyian itu menghasilkan tekanan bass yang sangat besar. Untuk standa telingar normal mungkin dampaknya tidak terlalu terasa, tapi untuk saya, sepanjang film tersebut saya harus sedikit mengernyit ketika sound dari film tersebut sangat besar tekanannya.

Saya baru ingat lagi, minggu lalu telinga saya berdenging! Yah, seharian berdenging dan tersumbat di sebelah kiri. Otomatis kepala saya menjadi sedikit berat sebelah. Karena keseimbangan suara yang masuk tidak sama. Yang paling mengganggu adalah suara dengingan itu seolah terperangkap di dalam kepala dan tidak bisa keluar.

Penyebab utamanya? Hehehe. Penggunaan headset yang terlalu lama. Ini memang kebiasaan buruk saya. Sejak SMA saya sudah terbiasa mendengarkan lagu di walkman dengan kekuatan volume diatas rata-rata. Seberapa keras? Bahkan orang yang berada disamping saya sampai tahu lagu apa yang terputar di walkman tersebut. Saya masih ingat peringatannya nunung,

”Bal, hati-hati dengan telingamu. Bisa rusak nanti”

Saya masih menghiraukannya. Toh masih muda kok! Masih mampu! Kebiasaan buruk ini berlanjut ke zaman kuliah. Mp3 player seakan menjadi penyelamat saya di segala situasi. Diangkot, menunggu dosen, sampai bermain dengan hujan. Semuanya saya lakukan dengan telinga yang tersumbat oleh headset. Segala jenis headset pun pernah saya coba. Dari yang kecil, milik handphone Sony Ericson, headset 20 ribuan, sampai headset segede-gede gaban. Volumenya pun diset sampai tidak ada suara dari luar yang bisa masuk ke dalam kepala saya. Hasilnya? Sekarang saya menjadi budi. Budek Dikit.

Tentu saja Budek dikit ini bisa berbahaya. Bisa berubah menjadi budek banyak, sampai budek selamanya. Alias menjadi tuli. Alasannya? Ya itu tadi. Pelan-pelan batas pendengaran kita meningkat. Misalnya dulu kita yang sudah bisa mendengar orang yang bergosip dengan suara berbisik sekalipun, sekarang seolah-olah orang harus menaikkan standar nadanya satu oktaf untuk bisa sampai ke telinga kita. Hal ini yang bisa menjadi parah.

Penggunaan headset yang sering saya lakukan bukan hanya satu-satunya penyebab trauma akustik ini. Keseringan berdiri dekat speaker ketika ada kawinan, keseringan dugem dan mendengarkan musik yang keras bisa menjadikan telinga kita menjadi peka dan bisa terluka dengan dentuman suara-suara tersebut.

Sekarang saya sedang melaksanakan fisioterapi. Karena kata teman saya, dan hasil searching di om google juga, obat untuk trauma ini masih belum ada. Karena telinga satu-satunya alat untuk mendengar. Dan saya mesti bersyukur masih dalam taraf trauma.

Pencerahan dari situs Kalbe,

Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga
akibat adanya energi suara yang sangat besar. (http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/144_11PengaruhKebisinganthdKesehatanTenagaKerja.pdf/144_11PengaruhKebisinganthdKesehatanTenagaKerja.html)

Saya mesti menghentikan penggunaan headset dulu, minimal selama seminggu. Untuk membiasakan telinga dengan suara-suara yang berasal dari luar. Dengan dentuman yang berkurang juga tentu saja. Selebihnya? Kalau memang masih ingin mendengarkan lagu melalui headset, penggunaannya di bawah 3 jam sehari dan dalam volume yang normal. Artinya, kita bisa mendengarkan lagu, juga masih bisa menjawab ketika ada orang yang mengajak bicara kita.

Setidaknya ini yang bisa saya lakukan sekarang, daripada tuli permanen? Tidak bisa saya bayangkan!

Dikutip dari http://radioholicz.blogspot.com

Group speaks up on increasing noise pollution in cities


A group of experts and concerned community members gathered Thursday to break the silence on noise pollution, which they deemed increasingly annoying, particularly in urban areas like Jakarta.

The move came amid increasing public complaints about speakers on mosques that played loud and long prayer calls up to five times a day in some areas.

Initiated by the Jakarta Academy and the Jakarta Arts Council (DKJ), the three-day work meeting kicked off by listing the sources and impacts of noise pollution.

The DKJ’s Abduh Aziz said the group later wanted to work on policy advocacy and public campaigns.

Those at the meeting agreed they needed to raise public awareness about the importance of addressing noise pollution. “Noise pollution doesn’t have immediate effect, it’s gradual, like saving money bit by bit,” said Ronny Suwento, an ENT (ear, nose, throat) specialist at Cipto Mangunkusumo General Hospital.

The ear experts at the meeting said studies had shown there was a limit to the volume and duration of sound that the ear could tolerate.

Prolonged exposure to excessive stimulation could cause health and psychological problems, they said.

“Noise triggers cortisol, a hormone that causes an adrenalin rush, so people get more excited, emotional and aggressive,” Ronny said.

Seasoned musician Slamet Abdul Sjukur, who initiated the meeting, said the noise level in urban areas like Jakarta and Surabaya had gotten increasingly annoying.

The call to prayer from the mosque near his house every dawn had disrupted his composing routine, he added. The group also raised concerns about the excessive noise level at amusement arcades for children.

The National Commission for the Mitigation of Hearing Impairment and Deafness, established by the Health Ministry, said in a leaflet that babies who developed hearing problems would also suffer speech disorders.

In 2000, 250 million people worldwide, or 4.2 percent of the global population, suffered hearing problems, WHO data shows.

Half of the cases were in Southeast Asia, including Indonesia, which was in the fourth position with 4.6 percent of the population suffering hearing problems, behind Sri Lanka (8.8 percent), Myanmar (8.4 percent) and India (6.3 percent).

Noise sources

• Motor vehicles on busy roads, toll roads.
• Loudspeakers.
• Children’s recreational areas.
• Workplaces like factories and karaoke lounges.

Noise impact

• People get more aggressive, emotional.
• Health problems like high blood pressure, migraines, sleeping disorders.
• Social conflicts.

Evi Mariani. The Jakarta Post (22/1/2010)

Jumat, 05 Februari 2010

Siaran pers : Masyarakat Bebas-bising


Kebisingan kota-kota besar di Indonesia sudah melewati ambang batas, sehingga tidak hanya menyebabkan gangguan pendengaran dan ketulian, tetapi juga membahayakan kesehatan fisik dan psikis masyarakat maupun lingkungan secara umum, terlihat dari fakta-fakta sebagai berikut:

  • Angka gangguan pendengaran telah mencapai 16,8 % dari jumlah penduduk Indonesia.
  • 10,7 % anggota masyarakat yang melakukan aktivitas di sekitar jalan raya di Jakarta (pedagang kaki lima, polisi lalu lintas, tukang parkir, tukang koran, dan lain-lain) mengalami gangguan pendengaran akibat bising.
  • Pekerja pabrik baja usia 30-46 tahun, 61,8 % mengalami gangguan pendengaran akibat bising.
  • Kebisingan di jalan raya kota-kota besar Indonesia telah mencapai 80 dB (desibel), sementara ambang batas yang diperkenankan hanya 70 dB.
  • Kebisingan di banyak mal dan fasilitas rekreasi keluarga telah mencapai 90-97 dB, sementara ambang batas yang diperkenankan hanya 70 dB.
  • Perubahan perilaku menjadi mudah marah dan agresif, sehingga menjadi pemicu tindak kekerasan yang kerap terjadi di ruang-ruang publik ditengarai sebagai akibat dari kebisingan.
Hal tersebut diakibatkan oleh makin meningkatnya sumber-sumber polusi kebisingan di sekitar kita, antara lain:
  • Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di kota-kota besar (di Jakarta saat ini jumlah kendaraan bermotor hampir sama dengan jumlah penduduknya).
  • Penggunaan perangkat pengeras suara di ruang-ruang publik (mal, tempat rekreasi keluarga, tempat-tempat ibadah, bandara, terminal bis dan kereta api yang tidak mengindahkan ambang batas kebisingan serta penataan akustik dari bangunan yang tidak memenuhi syarat.
  • Gaya hidup masa kini (penggunaan alat-alat teknologi yang menghasilkan kebisingan) yang tidak bijaksana dan tidak memperhitungkan risiko gangguan pendengaran, seperti stereo system, knalpot modifikasi, balap motor liar, pemutar rekaman digital, telpon genggam, peralatan rumah tangga elektronik, dan lain-lain.
  • Aktivitas masyarakat yang meningkat dari waktu ke waktu di berbagai bidang, sehingga tingkat kebisingan lingkungan juga meningkat, misalnya pada malam hari sekalipun, saat ini sulit menemukan kawasan yang hening.
  • Kegiatan konstruksi di kawasan-kawasan tertentu (pemukiman, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain) yang tidak mengindahkan peraturan yang berlaku.
  • Kegiatan industri (kecil, menengah maupun besar) yang berada di sekitar kawasan pemukiman dan tidak mengindahkan peraturan yang berlaku.
  • Bencana besar sudah dapat dibayangkan di masa depan:
  • Rendahnya kualitas hidup masyarakat karena kebisingan yang makin menggila.
  • Masyarakat yang kacau batinnya sehingga menimbulkan sikap agresif dan kekerasan di mana-mana.
  • Manusia Indonesia yang sehat lahir, batin dan sejahtera seperti dicita-citakan tidak akan pernah tercapai.
Oleh karena itu dibutuhkan upaya-upaya intensif oleh berbagai pihak untuk menanggulanginya segera dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Untuk itu Masyarakat Bebas-Bising didirikan, sebuah kelompok masyarakat yang terdiri dari individu, organisasi dari berbagai disiplin, yang seluruh kegiatannya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran dan prakarsa masyarakat serta kepedulian pihak pengambil keputusan untuk bersama-sama menanggulangi masalah tersebut.

Beberapa kegiatan yang segera akan dilakukan oleh Masyarakat Bebas-Bising antara lain:
  • Kampanye publik mengenai bahaya dari polusi kebisingan, baik bagi individu maupun masyarakat dan lingkungan secara umum.
  • Mendesak pemerintah untuk segera melengkapi kebijakan atau regulasi serta meningkatkan pengawasan pelaksanaan peraturan yang sudah ada, dalam rangka mewujudkan lingkungan bebas bising dan perlindungan masyarakat.
  • Menggerakkan keterlibatan masyarakat secara luas untuk bersama-sama mewujudkan lingkungan bebas bising, kesehatan dan kenyamanan masyarakat.
Masyarakat Bebas-bising percaya bila ada kemauan dan kerja akan ditemukan solusi, sebab ada cukup pengetahuan dan pengalaman yang dapat dimanfaatkan.

Jakarta, 23 Januari 2010

Ahmad Syafii Maarif – Akademi Jakarta
Nh. Dini – Akademi Jakarta
Slamet Abdul Sjukur – Akademi Jakarta
Marco Kusumawijaya – Dewan Kesenian Jakarta
Luthfi Assyaukanie – Freedom Institute
Bulantrisna Djelantik – SE Asia Society for Sound Hearing
Damayanti Soetjipto – Komnas PGPKT
Abduh Aziz – Dewan Kesenian Jakarta
Ronny Suwento – THT Komunitas FKUI-RSCM
Soegijanto – Teknik Fisika ITB
Soe Tjen Marching – Majalah Bhinneka
Upik Rukmini – praktisi
Bayu Wardhana – Penggiat Peta Hijau Jakarta
Sigit – SERRUM
Arief Adityawan/Genep Sukendro – GRAFISOSIAL
Atieq SS Listyowati – AppreRoom
Rizal Abdulhadi – Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat
Dyah Okty Moerpratiwi/Agnes Elita Anne/David Imanuel Sihombing – Garuda Youth Community

Kontak :
Ati / Nefa
Dewan Kesenian Jakarta
Komplek Taman Ismail Marzuki Jakarta
Jl. Cikini Raya No. 73
Telp: 021 – 3162780
Fax: 021 – 31924616
Email: bebas-bising@yahoo.com