Sabtu, 31 Juli 2010

KOLONIALISME BARU: KEBISINGAN (Slamet A. Sjukur)

Slamet A.Sjukur:

KOLONIALISME BARU : KEBISINGAN

Pak Soegi, yang berpengalaman dalam hal akustik bangunan, cerita tentang bandara-udara di Makasar. Bentuk bangunannya ‘wah’ dan wakil presiden waktu itu, Jusuf Kala, sangat mengelu-elukannya. Tapi menurut pak Soegi, akustiknya jelek sekali. Siapa peduli ?

Yang penting wujudnya yang nyata, bukan bunyinya yang tidak terlihat. Kehidupan moderen lebih terpikat pada budaya kasat-mata dan budaya omong-kosong.

Maka tidak mengherankan kalau pada bangunan semegah bandara-udara di Makasar itu, orang melupakankan fungsi akustiknya. Ini wajar. Tapi tidak mungkin orang mengabaikan akibatnya: banyak penumpang tertinggal pesawat, karena tidak mengerti info yang disebarkan pengeras suara. Suaranya sudah kencang sekali, bahkan memekakkan, tapi tidak jelas. Dinding, lantai dan plafonnya saling memantulkan bunyi, sehingga terjadi gaung tumpang tindih menenggelamkan kejelasan artikulasinya.

Prof.Dr.Ir.Soegijanto, guru-besar teknik-bangunan dan akustik ITB, menceritakan hal tersebut dalam Raker Mengatasi Polusi Kebisingan.

Para dokter spesialis THT, ahli akustik, pakar tata-kota, lingkungan, sosiolog dan tokoh agama bertemu untuk bersama-sama mempermasalahkan bahaya nasional yang luput sama sakali dari perhatian kita.

Bahaya nasional ?

Ancaman yang mengerikan sudah muncul di mana-mana, tapi orang tetap saja menganggapnya remeh, karena tidak menyadari bahaya yang sesungguhnya.

Kebisingan semakin semena-mena menjajah lingkungan. Sumber utamanya kemajuan teknologi. Persis sama dengan pemanasan bumi yang disebabkan oleh ‘kemajuan yang serakah dan tidak kreatif’.

Transportasi darat, udara maupun laut, menimbulkan kebisingan, demikian pula pembuatan bangunan-bangunan raksasa, jalan tol dll. Sampai-sampai peralatan rumah-tanggapun tidak bebas dari bunyi yang mengusik ketenangan: blender, penyedot debu, pengering rambut dsb.

Disamping sebab teknologi, gaya hidup kita juga beramai-ramai menuju ‘neraka decibel’, yaitu dunia kebisingan yang sudah melampaui batas kemampuan telinga kita untuk menampungnya. Di dalam mal, gedung bioskop, stasiun dan tempat-tempat publik lainnya, kita tidak lagi dapat berkomunikasi dengan nyaman, harus teriak agar bisa didengar.

Ini bukan lagi urusan ‘selera’, kita sudah berhadapan dengan masalah ‘kodrat biologis’, telinga kita tidak akan tahan dijejali terus menerus bunyi yang kekuatannya lebih dari 70 decibel, sementara di dalam mal dan tempat rekreasi balita, bunyi yang dipancarkan di situ mencapai sekitar 90-97 decibel !

Orang mengira seolah olah telinga itu hanya untuk mendengar. Yang mendengar sebenarnya otak kita. Telinga hanyalah menampung gelombang bunyi yang lalu-lalang di udara, kemudian mengubahnya menjadi gerakan elektro-kimiawi menuju otak, disitu diolah menjadi bunyi, disebarkan ke berbagai saraf dan berpengaruh ke seluruh tubuh.

Maka kebisingan langsung menyebabkan naiknya tekanan darah, denyut jantung, emosi, sistim pencernaan dan lain-lain.

Institut Max Plank di Jerman sudah lama membuktikan bahwa orang-orang yang bekerja di tempat bising, lebih banyak punya masalah keluarga dibanding dengan mereka yang bekerja di tempat tenang. Bahkan Robert de Hare, seorang pakar psikopat dan konsultan FBI, mencatat statistik 30% penduduk New York mengidap psikopat, mereka nampak normal sekali sehari-harinya, tapi tiba-tiba bisa menjadi ganas tanpa alasan yang jelas, sebab utamanya ternyata kebisingan yang tidak disadari.

Telinga juga menjadi dinamo untuk menghidupkan otak. Agar bisa berfungsi sempurna, otak memerlukan sekitar 3.000.000 rangsangan/energi setiap detik selama sedikitnya 4 ½ jam sehari. Lebih dari separohnya diterima dari pendengaran, sisanya dari indra yang lain (mata, hidung, mulut dan kulit).

Kita lupa bahwa sebagai mahluk yang hanya ditopang dengan dua kaki, kita setiap saat berhadapan dengan masalah gravitasi, bagaimana bisa berdiri tegak dan berjalan dengan enak. Ini berkat tiga organ berbentuk semi lingkaran di dalam telinga, organ ini yang menjadi pegangan untuk bisa berjalan maju-mundur, atau ke samping atau naik-turun. Orang mabok jalannya sempoyongan, karena organ tersebut terganggu akibat alkohol. Begitu pula vertigo disebabkan tidak berfungsinya organ tersebut sebagaimana mestinya.

Pendengaran, disamping pernafasan, tidak pernah istirahat selama kita hidup, berbeda dengan bagian tubuh kita yang lain. Pernafasan sebagai sirkulasi yang tidak ada hentinya antara penyerapan zat vital yang diperlukan dan pembuangan sampahnya.Pendengaran sebagai dinamo sekaligus satpam penjaga tubuh yang tidak boleh lengah. Binatang masih mengandalkan ketajaman pendengarannya terhadap bunyi yang mencurigakan.

Maka rusaknya pendengaran tidak sebatas ketulian, tapi menyangkut seluruh jaringan saraf yang mengatur sistim biologis dan psikis tubuh kita.

Kebisingan sebagai tanda jaman, termasuk penggunaan pengeras suara yang berlebihan, merupakan anarki kebodohan. Suatu penindasan terhadap ketenangan lingkungan.

Slamet A.Sjukur, komponis.

(4915 huruf+spasi)

Selasa, 27 April 2010

detikNews : Hari Sadar Bising Sedunia, Tutup Telingamu Selama 60 Detik!

detikNews : Hari Sadar Bising Sedunia, Tutup Telingamu Selama 60 Detik!

Sebelum Budek, Rehatkan Telinga dari Suara Bising

Vera Farah Bararah - detikHealth


img
(Foto: guardian.co.uk)

Jakarta, Polusi suara hampir tidak mungkin dihindari. Tak hanya suara keras, kebisingan tingkat rendah secara terus menerus akan menurunkan kemampuan dengar. Istirahatkan telinga dari suara-suara bising sebelum budek datang.

Psikolog lingkungan Dr Arline Bronzaft mengatakan makin hari manusia semakin dibanjiri oleh suara-suara. Bukan hanya suara keras yang bisa membuat sakit pendengaran seseorang, tapi juga suara-suara biasa saja yang secara konstan terdengar oleh manusia sepanjang hari.

Dia mengatakan tingkat kebisingan rendah yang terus menerus (kronis) juga bisa menimbulkan masalah kesehatan bagi telinga.

"Dalam 30 tahun terakhir tingkat kebisingan telah meningkat tajam. Hal ini tidak saja mengganggu ketenteraman, tapi juga mempengaruhi kehidupan dan kesehatan sehari-hari," ujar Dr Bronzaft, seperti dikutip dari CBCNews, Rabu (28/4/2010).

Bronzaft menjelaskan ada banyak penelitian yang menunjukkan hubungan antara kebisingan tingkat rendah yang terjadi secara terus menerus dapat mempengaruhi kesehatan.

Kebisingan dalam skala rendah pun bisa memicu sakit kepala, mudah lelah, stres, insomnia, tekanan darah tinggi, masalah jantung dan pencernaan, gangguan sistem kekebalan tubuh, perilaku agresif dan masalah belajar anak-anak.

Suara apa yang merusak telinga?

Para ahli sepakat kebisingan terus menerus yang terjadi di atas 85 desibel akan merusak pendengaran seseorang. Semakin tinggi intensitasnya, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk merusak pendengaran.

Kehilangan pendengaran biasanya terjadi secara bertahap dan tanpa rasa sakit. Gejala mulai kehilangan pendengaran antara lain setelah mendengar suara keras, biasanya telinga akan berdengung atau kesulitan mendengar.

Hal ini disebut dengan ambang pergeseran sementara, setelah beberapa jam atau hari biasanya akan kembali normal. Tapi jika terjadi berulang-ulang, maka pergeseran sementara ini bisa berubah menjadi permanen.

Sebelum kehilangan pendengaran, ada beberapa tanda yang bisa menjadi peringatan dini. Tanda-tanda tersebut seperti dikutip dari CHCHearing.org adalah:

  1. Timbul suara berdengung (tinnitus) di telinga segera setelah terpapar kebisingan.
  2. Kesulitan untuk memahami pembicaraan. Seseorang bisa mendengar semua kata-kata yang diucapkan, tapi tidak dapat mengerti semuanya.
  3. Telinga seperti tertutup setelah terkena paparan suara.

Tidak ada kata terlambat untuk mencegah kehilangan pendengaran akibat suara-suara bising. Mulailah mengistirahatkan telingan dengan cara:

  1. Sebisa mungkin mengecilkan volume suara yang didengar atau dihasilkan.
  2. Menghindari atau mengurangi batas waktu berada dalam tempat yang bising seperti konser musik rock atau klub malam.
  3. Usahakan untuk menggunakan pelindung pendengaran jika harus berada di lingkungan yang bising.
  4. Menghentikan sementara penggunaan headphone.
  5. Menghindari penggunaan headphone untuk meredam suara bising di luar seperti kereta atau lalu lintas.
  6. Gunakanlah volume yang pintar 'smart volume' dalam menggunakan MP3 player.

Tutup telingamu selama 60 detik siang ini pukul 14.15 – 14.16 WIB adalah imbauan Masyarakat Bebas Bising dalam rangka memperingati Hari Sadar Bising Sedunia yang jatuh hari ini, Rabu 28 April.

(ver/ir)
International Noise Awareness Day diperingati setiap 28 April.
Pada 2010 peringatan ini merupakan kali ke-15.

Bergabunglah bersama para penghuni bumi lainnya memperingati hari ini dengan mengistirahatkan sejenak telinga Anda.

Rabu, 28 April 2010
CUKUP SATU MENIT
14.15 – 14.16

Menutup rapat-rapat kedua telinga dengan telapak tangan Anda.

Meresapi keheningan dan mengistirahatkan telinga Anda sejenak dari kebisingan.

SELAMAT HARI BEBAS-BISING :)

Waspadai Gangguan Telinga Akibat Kebisingan - Media Hidup Sehat

Waspadai Gangguan Telinga Akibat Kebisingan - Media Hidup Sehat

16 Fakta Menarik Gangguan Pendengaran - Media Hidup Sehat

16 Fakta Menarik Gangguan Pendengaran - Media Hidup Sehat

Jumat, 23 April 2010

Piala Dunia 2010 | Afrika Selatan

Waspadai Vuvuzela, Jangan Lupa Pelindung Telinga

Minggu, 28 Maret 2010

Gangguan Pendengaran


Sakit Kuping Karena Bising

Sekitar 20 orang yang terdiri dari musisi, ilmuwan, dokter, sampai tokoh agama berkumpul di Wisma PGI, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu sore pekan lalu. Ada musisi senior Slamet Abdul Syukur, 84 tahun, mantan Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif, dan Soegijanto, ahli akustik dari ITB. Para tokoh ini berkumpul untuk mendeklarasikan organisasi yang disebut Masyarakat Bebas-Bising. "Kami menyatakan perang terhadap kebisingan," kata Slamet Abdul Syukur kepada Gatra.

Selama ini, masih kata Slamet Abdul Syukur, kebisingan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Padahal, lama-lama kebisingan akan menjadi penyebab gangguan pendengaran. Slamet Abdul Syukur menyebut gerakan melawan bising ini sebagai gerakan religius. "Kita melindungi pemberian Tuhan, berupa telinga, dari kerusakan," ia menambahkan.

Ahmad Syafii Maarif membenarkan pernyataan Abdul Syukur itu. Syafii yang orang Padang ini mengaku kerap terganggu oleh musik yang membisingkan saban naik angkot di kota Padang. "Saya naik itu, waduh... musiknya ampun. Sampai saya tanya sopirnya, 'Ini kok ribut kali?'." Jawaban sang sopir ringan saja. "Ya, kalau tidak begini, anak-anak muda nggak mau naik, Pak!"

Kebisingan memang sudah menjadi menu sehari-hari masyarakat di kota besar di Indonesia. Tak mengherankan kalau Indonesia masuk empat besar negara dengan kasus gangguan pendegaran terbanyak di Asia. Menurut Dokter Damayanti Soetjipto, pendiri Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian, 4,6% penderita gangguan pendengaran di Asia berasal dari Indonesia.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, pada 1998 terdapat sekitar 250 juta penderita gangguan pendengaran, 50%-nya berada di Asia. Para penderita gangguan pendengaran ini, kata Damayanti, mudah terserang gangguan ikutan, seperti gampang marah dan stres. "Ada peningkatan hormon seperti adrenalis, bisa juga hipertensi. Lama-lama, orang bisa menyendiri karena komunikasi terganggu dan jadi asosial," katanya.

Lingkungan yang sehat, menurut Damayanti, memiliki tingkat kebisingan maksimal 70 desibel. Di atas angka itu, akan sangat berbahaya bagi telinga. "Kalau Anda terpapar kebisingan, katakanlah sampai 90 desibel, itu maksimal hanya boleh satu jam. Kalau tidak, bahaya risikonya bagi pendengaran," ujarnya.

Sayang, banyak kota besar di Indonesia memiliki tingkat kebisingan di atas angka aman tadi. Ahli THT dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Dokter Ronny Suwento, bersama timnya pernah mengadakan penelitian tingkat kebisingan di 25 titik di jalan raya Jakarta. Hasilnya, ternyata di 25 titik itu, seperti perempatan Senen dan Tanjung Priok, tingkat kebisingannya mencapai 80 desibel. Penelitian itu juga menemukan, sekitar 10,7% pedagang asongan dan kaki lima, tukang parkir, serta polisi lalu lintas yang sering terpapar kebisingan di daerah-daerah itu mengalami gangguan pendengaran.

Menurut Ronny, ketika ditanya, awalnya mereka mengaku bahwa telinga mereka baik-baik saja. "Tetapi, setelah kami tes di lingkungan yang steril, soundproof, dan pakai alat, mereka memang mengalami gangguan pendengaran," katanya. Ronny menjelaskan, gangguan pendengaran itu bersifat gradual. Orang seringkali tidak sadar bahwa mereka telah mengalami gangguan pendengaran.

Ancaman kebisingan bukan hanya ada di jalan raya. Arena bermain anak di mal-mal pun menyimpan ancaman serupa, bahkan lebih besar. Damayanti Soetjipto mengatakan, pengukuran tingkat kebisingan di arena bermain anak-anak di mal menemukan fakta, tingkat kebisingan di tempat-tempat itu mencapai 90-95 desibel.

Parahnya, terkadang orangtua tidak tahu dampak kebisingan di arena bermain itu, hingga ada yang justru meninggalkan anak di sana, sedangkan dia pergi berbelanja. "Anaknya ditinggal dulu di arena bermain, terus orangtuanya belanja. Itu, aduh... pemerintah seharusnya membuat regulasi membatasi kebisingan di arena publik, termasuk mal," tuturnya.

Anak-anak memang paling rentan menjadi korban kebisingan. Anak-anak dan remaja juga berisiko tinggi terpapar bising, terutama mereka yang hobi mendengarkan musik lewat peranti semacam iPod dan Walkman. Di Amerika Serikat, kata Damayanti, ada penelitian yang menunjukkan, anak-anak usia 6-19 tahun mengalami gangguan pendengaran gara-gara terlalu sering terekspose kebisingan dari musik yang diputar peranti itu. "Mereka disebut iPod Generation," ujarnya.

Menurut Damayanti, iPod Generation itu belum merasakan gangguan pendengaran sekarang, tapi nanti. Pada iPod Generation yang terkena gangguan pendengaran, presbikusis (melemahnya pendengaran) akan terjadi lebih cepat, yakni pada usia 30-40 tahun. "Jangan terlalu lama mendengarkan iPod. Cukup setengah sampai satu jam, dan volumenya jangan lebih dari 80 desibel. Itu 50%-60% dari total volume," ia menyarankan.

Untuk mengetahui apakah seseorang mengalami gangguan pendengaran atau belum, kata Damayanti, bisa dilakukan dengan patokan berikut. Secara teori, orang bisa mendengarkan suara pada frekuensi 20-20.000 hertz (Hz). Umumnya, gangguan itu terjadi pada frekuensi tinggi, sekitar 4.000 Hz.

Orang baru sadar ada gangguan jika gangguan itu mulai masuk ke frekuensi 500-2.000 Hz. Ini frekuensi yang sering didengar orang. Kerasnya kurang lebih seperti percakapan sehari-hari. "Kalau ada orang ngomong, dia agak tidak mendengar, baru sadar kalau kena gangguan pendengaran," katanya.

Untuk mencegah makin parahnya ancaman gangguan pendengaran, Masyarakat Bebas-Bising akan berkampanye dengan membagi-bagikan alat penutup pendengaran. Rencananya, alat itu disebar dalam waktu dekat kepada mereka yang sering berada di jalan raya, seperti polisi lalu lintas, pedagang kaki lima, dan pedagang asongan. "Alat ini bisa mengurangi kebisingan 8-10 desibel," kata Damayanti.

Ia juga menyarankan agar pemerintah mengefektifkan SK Menaker 1999 tentang Batas Terpapar Kebisingan. Dalam SK itu disebutkan, kebisingan sampai 85 desibel hanya boleh terpapar maksimal 8 jam (misalnya lalu lintas ramai, radio keras, dan stereo). Kebisingan 91 desibel hanya boleh terpapar maksimal dua jam (misalnya tempat main balita di mal, dering telepon).

Sampai tingkat 97 desibel hanya boleh terpapar maksimal setengah jam (misalnya suara mesin pemotong rumput, gergaji listrik). Dan 100 desibel hanya boleh terpapar maksimal seperempat jam (misalnya musik disko yang keras, konser rock, dan suara jet).

M. Agung Riyadi dan Basfin Siregar
[Kesehatan, Gatra Nomor 13 Beredar Kamis, 4 Februari 2010]

Senin, 22 Maret 2010

Tahukah Anda?


Oleh Dr. Damayanti Soetjipto, Sp.THT


BISING DI MAL SANGAT TINGGI PENYEBAB KETULIAN PADA ANAK BALITA ….. Bahwa BISING ditempat permainan anak-anak di mal misalnya TIME ZONE, FUN STATION cukup tinggi yaitu 90-95 decibel …………….. Berarti bahwa anak-anak tersebut hanya boleh berada ditempat tersebut sekitar 1-2 jam. Lebih dari itu akan terjadi kecapean koklea yang akan menyebabkan gangguan pendengaran menetap.

PEMAKAIAN IPOD BERLEBIHAN PENYEBAB KETULIAN PADA REMAJA …. Bahwa pemakaian iPod yang BERLEBIHAN dapat menyebabkan ketulian …. telah terjadi pada beberapa remaja yang memakai iPod dari Bangkok ke Jakarta dan dari Amerika ke Jakarta, begitu sampai Cengkareng menjadi tuli dengan derajat ketulian 110 decibel (normal pendengaran kita adalah 30-42 dB). ………….Pengobatan hanya mengembalikan menjadi 55 dB (termasuk ketulian derajat sedang-berat) dan tidak kembali normal ………….. Hati-hati dong, sayangi telingamu !!

Di Amerika Serikat didapati 28 juta menderita gangguan pendengaran yang diperkirakan meningkat menjadi 78 juta di tahun 2030. Anak-anak terpapar bising akibat pemakaian walkman, iPod, musik yang keras, TV yang lebih besar dan lebih keras sehingga didapati 5,2 juta anak Amerika usia 6-19 tahun menderita gangguan pendengaran, disebut sebagai iPod generation.

Selanjutnya diperkirakan anak-anak ini akan mengalami tuli orang tua (presbikusis) yang seharusnya dialami orang tua umur 60-70 tahun akan dialami anak-anak ini di usia lebih awal yaitu 40 tahun dimana mereka masih sangat harus produktif ….. duh kasian sekali, apa kita juga akan mengalami hal sama??

BAGAIMANA MENCEGAHNYA ? CEGAH dan KURANGI KEBISINGAN SEKARANG JUGA!!!

ANGKA GANGGUAN PENDENGARAN & KETULIAN DI INDONESIA TINGGI Bahwa data WHO, tahun 2000 ada sejumlah 250 juta (4,2%) penduduk dunia dengan gangguan pendengaran dan sekitar 75 - 140 juta (50%) berada di ASIA TENGGARA
Indonesia cukup dominan, yaitu nomer 4 di Asia Tenggara sesudah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India (6,3%) dan Indonesia (4,6%) – dari WHO Multicenter Study (1998).
Dari Survai Nasional 7 propinsi di Indonesia tahun 1994-1996, gangguan pendengaran 16,8% atau 35,28 juta penduduk dan ketulian 0,4% atau 840.000 penduduk. Setiap tahun diperkirakan lahir 5000 bayi tuli di Indonesia.

CONGEK BISA BERBAHAYA Bahwa congek yang terjadi pada anak umur 2-3 tahun dapat mengganggu proses belajar bicara, anak dapat menjadi ANAK TUNA RUNGU ....... anak akan sulit sekolah, tidak dapat berkomunikasi dan akhirnya menjadi anggota masyarakat yang perlu bantuan, beban keluarga, beban masyarakat, negara dan bangsa. Dan jika terlambat berobat dapat menimbulkan komplikasi berbahaya seperti radang otak, mulut mencong, cacat bahkan kematian.

GANGGUAN PENDENGARAN & KETULIAN PERLU MENDAPAT PERHATIAN Bahwa prevalensinya tinggi, mempunyai dampak luas dan berat karena menyebabkan gangguan perkembangan kognitif, psikologi dan sosial, sehingga terjadi gangguan perkembangan komunikasi, bahasa & prestasi sekolah, tidak mampu bersosialisasi, berperilaku emosionil (cepat marah & stres) ..... akhirnya menjadi manusia dengan kualitas SDM rendah dan kesempatan kerja rendah pula .................... dan sampai saat ini penanganan belum maksimal !

APA SAJA PENYEBAB KETULIAN YANG DAPAT DICEGAH ? 5 penyakit penyebab ketulian yang dapat dicegah adalah : 1) Congek (OMSK); 2) Tuli sejak lahir (Kongenital); 3) Tuli akibat bising; 4) Tuli orang tua (Presbikusis) dan 5) serumen (kotoran telinga).

Congek terjadi karena anak sering mengalami infeksi saluran nafas atas, gizi rendah dan kemiskinan; Tuli sejak lahir terjadi akibat mudahnya mendapat obat keras saat kehamilan, kurangnya pengetahuan dan penyakit yang terjadi saat hamil; Tuli akibat bising terjadi akibat pemaparan bising melebihi kemampuan alat pendengaran (koklea), biasa terjadi pada pekerja industri, akibat modernisasi dan kemajuan industri, gaya hidup (pemakaian iPod yang berlebihan); Tuli orang tua terjadi karena proses alami yang akhir-akhir ini angkanya meningkat karena usia harapan hidup juga meningkat.

Dari penelitian di beberapa SD berbagai kota di Indonesia, ternyata angka kotoran telinga pada anak-anak ini berkisar 30-50%. Apakah orang tua jaman sekarang terlalu sibuk sehingga tidak sempat membersihkan telinga anak-anaknya ataukah terlalu jorok ?

Rabu, 10 Februari 2010

Mengenai Bunyi dan Kebisingan

Bunyi

Bunyi adalah perubahan tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga atau kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium, medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, gas.

Kebanyakan suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi yang diukur dalam Hertz (Hz) dan amplitude atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran dalam desibel. Manusia mendengar bunyi saat gelombang bunyi, yaitu getaran udara atau medium lain, sampai kegendang telinga manusia. Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari 20 Hz sampai 20 kHz pada amplitudo umum dengan berbagai variasi dalam kurva responya. Suara diatas 20 kHz disebut ultrasonic dan dibawah 20 Hz disebut infrasonik.bising1

Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan lingkungan yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB). Kebisingan juga dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan. Berdasarkan Kepmenaker, kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat, proses produksi yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan pendengaran.

Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar. Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul udara sekitarnya sehingga molekul-molekul udara ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola ramatan longitudinal. Rambatan gelombang diudara ini dikenal sebagai suara atau bunyi sedangkan dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan kenyamanan dan kesehatan

Sumber kebisingan
Sumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Di Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu

1. Mesin

Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesin.

2. Vibrasi

Kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.

3. Pergerakan udara, gas dan cairan

Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain.

Polusi Suara, Sadarkah Kita? - WikiMu

Polusi Suara, Sadarkah Kita? - WikiMu

Ludwig von Beethoven


Seorang komponis musik klasik dari Jerman. Karyanya yang terkenal adalah simfoni kelima dan kesembilan, dan juga lagu piano Für Elise. Ia dipandang sebagai salah satu komponis yang terbesar dan merupakan tokoh penting dalam masa peralihan antara Zaman Klasik dan Zaman Romantik. Semasa muda, ia adalah pianis yang berbakat, populer di antara orang-orang penting dan kaya di Wina, Austria, tempatnya tinggal. Namun, pada tahun 1801, ia mulai menjadi tuli.

pada awal karirnya di Wina, Beethoven masih mendapat gaji dari Pangeran Franz, selain itu ia juga dibantu oleh beberapa bangsawan yang mendukungnya, antara lain Pangeran Carl von Lichnowsky. Beethoven mendedikasikan kepadanya salah satu sonata pianonya yang paling terkenal, Sonata in C Minor ‘Pathetique’, Op. 13. Masa awal Wina merupakan masa yang cukup produktif bagi Beethoven. Komposisi-komposisi yang ia gubah antara lain simfoni no. 1 dan 2, lima sonata piano termasuk ‘Moonlight’ sonata dan ‘Pastorale’ sonata, sonata biola keempat dan kelima (Op. 23 dan Op. 24), variasi cello pada Bei Mannern, welche Liebe fuhle milik Mozart, Quintet Op. 18, Septet in Eb Major, Op. 20, dan Quintet, Op. 29. Beethoven tidak hanya populer sebagai pianis virtuoso namun juga sebagai komponis. Murid-muridnya kebanyakan berasal dari keluarga aristokrat.

Ketuliannya semakin parah dan pada 1817 ia menjadi tuli sepenuhnya. Meskipun ia tak lagi bisa bermain dalam konser, ia terus mencipta musik, dan pada masa ini mencipta sebagian karya-karyanya yang terbesar. Ia menjalani sisa hidupnya di Wina dan tak pernah menikah.

Dikutip dari Wikipedia

Waspada MP3 player


BRUSSEL - Ilmuwan Eropa memperingatkan adanya bahaya kerusakan pada gendang telinga yang disebabkan oleh perangkat pemutar musik MP3.

Menurut para ilmuwan tersebut, seperti dilansir melalui Reuters, Rabu (28/1/2009), sekira 10 juta anak-anak muda di Eropa berpotensi menderita mengalami kerusakan pendengaran jika mereka secara terus menerus mendengarkan musik melalui perangkat MP3 dengan tingkat volume yang terlalu keras.

"Mendengarkan musik melalui perangkat MP3 dan alat pemutar musik lainnya, dengan tingkat volume yang terlalu tinggi, dalam waktu yang cukup lama dan berkesinambungan, dapat menyebabkan sakit pada pendengaran dan munculnya dengung suara di dalam telinga setiap saat," ujar ketua tim ilmuwan Badan Kesehatan Negara-negara Eropa.

Hasil studi yang mereka lakukan menemukan, sekira 5 hingga 10 persen pengguna MP3 memiliki resiko kehilangan pendengarannya secara permanen, jika ia menggunakan MP3 untuk mendengarkan musik lebih dari satu jam sehari selama 5 tahun berturut-turut, dengan volume yang keras tentu saja.

Dikutip dari http://tackulmine.comoj.com

Trauma akustik, benarkah menyebabkan ketulian ?


Ini adalah kali kedua saya mengalami trauma akustik seperti ini. Pertengahan tahun 2006 saya berkenalan dengan trauma ini. Tiba-tiba saja telinga saya menjadi sangat sensitif terhadap semua bebunyian yang agak keras. Bahkan tidak sering saya harus memaksa orang untuk berbicara sedikit lebih keras supaya saya bisa mendengar mereka. Dengan kata lain sedikit congek lah.

Sekarang saya merasakannya lagi. Telinga saya menjadi sangat sensitif terhadap suara yang sangat dahsyat. Setelah menonton Terminator : Salvation, dampak ini makin terasa. Memang sih sepanjang film ini dipenuhi dengan adegan laga dan dentuman suara tembakan, ledakan yang tidak pernah henti-hentinya. Kesemua bebunyian itu menghasilkan tekanan bass yang sangat besar. Untuk standa telingar normal mungkin dampaknya tidak terlalu terasa, tapi untuk saya, sepanjang film tersebut saya harus sedikit mengernyit ketika sound dari film tersebut sangat besar tekanannya.

Saya baru ingat lagi, minggu lalu telinga saya berdenging! Yah, seharian berdenging dan tersumbat di sebelah kiri. Otomatis kepala saya menjadi sedikit berat sebelah. Karena keseimbangan suara yang masuk tidak sama. Yang paling mengganggu adalah suara dengingan itu seolah terperangkap di dalam kepala dan tidak bisa keluar.

Penyebab utamanya? Hehehe. Penggunaan headset yang terlalu lama. Ini memang kebiasaan buruk saya. Sejak SMA saya sudah terbiasa mendengarkan lagu di walkman dengan kekuatan volume diatas rata-rata. Seberapa keras? Bahkan orang yang berada disamping saya sampai tahu lagu apa yang terputar di walkman tersebut. Saya masih ingat peringatannya nunung,

”Bal, hati-hati dengan telingamu. Bisa rusak nanti”

Saya masih menghiraukannya. Toh masih muda kok! Masih mampu! Kebiasaan buruk ini berlanjut ke zaman kuliah. Mp3 player seakan menjadi penyelamat saya di segala situasi. Diangkot, menunggu dosen, sampai bermain dengan hujan. Semuanya saya lakukan dengan telinga yang tersumbat oleh headset. Segala jenis headset pun pernah saya coba. Dari yang kecil, milik handphone Sony Ericson, headset 20 ribuan, sampai headset segede-gede gaban. Volumenya pun diset sampai tidak ada suara dari luar yang bisa masuk ke dalam kepala saya. Hasilnya? Sekarang saya menjadi budi. Budek Dikit.

Tentu saja Budek dikit ini bisa berbahaya. Bisa berubah menjadi budek banyak, sampai budek selamanya. Alias menjadi tuli. Alasannya? Ya itu tadi. Pelan-pelan batas pendengaran kita meningkat. Misalnya dulu kita yang sudah bisa mendengar orang yang bergosip dengan suara berbisik sekalipun, sekarang seolah-olah orang harus menaikkan standar nadanya satu oktaf untuk bisa sampai ke telinga kita. Hal ini yang bisa menjadi parah.

Penggunaan headset yang sering saya lakukan bukan hanya satu-satunya penyebab trauma akustik ini. Keseringan berdiri dekat speaker ketika ada kawinan, keseringan dugem dan mendengarkan musik yang keras bisa menjadikan telinga kita menjadi peka dan bisa terluka dengan dentuman suara-suara tersebut.

Sekarang saya sedang melaksanakan fisioterapi. Karena kata teman saya, dan hasil searching di om google juga, obat untuk trauma ini masih belum ada. Karena telinga satu-satunya alat untuk mendengar. Dan saya mesti bersyukur masih dalam taraf trauma.

Pencerahan dari situs Kalbe,

Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga
akibat adanya energi suara yang sangat besar. (http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/144_11PengaruhKebisinganthdKesehatanTenagaKerja.pdf/144_11PengaruhKebisinganthdKesehatanTenagaKerja.html)

Saya mesti menghentikan penggunaan headset dulu, minimal selama seminggu. Untuk membiasakan telinga dengan suara-suara yang berasal dari luar. Dengan dentuman yang berkurang juga tentu saja. Selebihnya? Kalau memang masih ingin mendengarkan lagu melalui headset, penggunaannya di bawah 3 jam sehari dan dalam volume yang normal. Artinya, kita bisa mendengarkan lagu, juga masih bisa menjawab ketika ada orang yang mengajak bicara kita.

Setidaknya ini yang bisa saya lakukan sekarang, daripada tuli permanen? Tidak bisa saya bayangkan!

Dikutip dari http://radioholicz.blogspot.com

Group speaks up on increasing noise pollution in cities


A group of experts and concerned community members gathered Thursday to break the silence on noise pollution, which they deemed increasingly annoying, particularly in urban areas like Jakarta.

The move came amid increasing public complaints about speakers on mosques that played loud and long prayer calls up to five times a day in some areas.

Initiated by the Jakarta Academy and the Jakarta Arts Council (DKJ), the three-day work meeting kicked off by listing the sources and impacts of noise pollution.

The DKJ’s Abduh Aziz said the group later wanted to work on policy advocacy and public campaigns.

Those at the meeting agreed they needed to raise public awareness about the importance of addressing noise pollution. “Noise pollution doesn’t have immediate effect, it’s gradual, like saving money bit by bit,” said Ronny Suwento, an ENT (ear, nose, throat) specialist at Cipto Mangunkusumo General Hospital.

The ear experts at the meeting said studies had shown there was a limit to the volume and duration of sound that the ear could tolerate.

Prolonged exposure to excessive stimulation could cause health and psychological problems, they said.

“Noise triggers cortisol, a hormone that causes an adrenalin rush, so people get more excited, emotional and aggressive,” Ronny said.

Seasoned musician Slamet Abdul Sjukur, who initiated the meeting, said the noise level in urban areas like Jakarta and Surabaya had gotten increasingly annoying.

The call to prayer from the mosque near his house every dawn had disrupted his composing routine, he added. The group also raised concerns about the excessive noise level at amusement arcades for children.

The National Commission for the Mitigation of Hearing Impairment and Deafness, established by the Health Ministry, said in a leaflet that babies who developed hearing problems would also suffer speech disorders.

In 2000, 250 million people worldwide, or 4.2 percent of the global population, suffered hearing problems, WHO data shows.

Half of the cases were in Southeast Asia, including Indonesia, which was in the fourth position with 4.6 percent of the population suffering hearing problems, behind Sri Lanka (8.8 percent), Myanmar (8.4 percent) and India (6.3 percent).

Noise sources

• Motor vehicles on busy roads, toll roads.
• Loudspeakers.
• Children’s recreational areas.
• Workplaces like factories and karaoke lounges.

Noise impact

• People get more aggressive, emotional.
• Health problems like high blood pressure, migraines, sleeping disorders.
• Social conflicts.

Evi Mariani. The Jakarta Post (22/1/2010)

Jumat, 05 Februari 2010

Siaran pers : Masyarakat Bebas-bising


Kebisingan kota-kota besar di Indonesia sudah melewati ambang batas, sehingga tidak hanya menyebabkan gangguan pendengaran dan ketulian, tetapi juga membahayakan kesehatan fisik dan psikis masyarakat maupun lingkungan secara umum, terlihat dari fakta-fakta sebagai berikut:

  • Angka gangguan pendengaran telah mencapai 16,8 % dari jumlah penduduk Indonesia.
  • 10,7 % anggota masyarakat yang melakukan aktivitas di sekitar jalan raya di Jakarta (pedagang kaki lima, polisi lalu lintas, tukang parkir, tukang koran, dan lain-lain) mengalami gangguan pendengaran akibat bising.
  • Pekerja pabrik baja usia 30-46 tahun, 61,8 % mengalami gangguan pendengaran akibat bising.
  • Kebisingan di jalan raya kota-kota besar Indonesia telah mencapai 80 dB (desibel), sementara ambang batas yang diperkenankan hanya 70 dB.
  • Kebisingan di banyak mal dan fasilitas rekreasi keluarga telah mencapai 90-97 dB, sementara ambang batas yang diperkenankan hanya 70 dB.
  • Perubahan perilaku menjadi mudah marah dan agresif, sehingga menjadi pemicu tindak kekerasan yang kerap terjadi di ruang-ruang publik ditengarai sebagai akibat dari kebisingan.
Hal tersebut diakibatkan oleh makin meningkatnya sumber-sumber polusi kebisingan di sekitar kita, antara lain:
  • Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di kota-kota besar (di Jakarta saat ini jumlah kendaraan bermotor hampir sama dengan jumlah penduduknya).
  • Penggunaan perangkat pengeras suara di ruang-ruang publik (mal, tempat rekreasi keluarga, tempat-tempat ibadah, bandara, terminal bis dan kereta api yang tidak mengindahkan ambang batas kebisingan serta penataan akustik dari bangunan yang tidak memenuhi syarat.
  • Gaya hidup masa kini (penggunaan alat-alat teknologi yang menghasilkan kebisingan) yang tidak bijaksana dan tidak memperhitungkan risiko gangguan pendengaran, seperti stereo system, knalpot modifikasi, balap motor liar, pemutar rekaman digital, telpon genggam, peralatan rumah tangga elektronik, dan lain-lain.
  • Aktivitas masyarakat yang meningkat dari waktu ke waktu di berbagai bidang, sehingga tingkat kebisingan lingkungan juga meningkat, misalnya pada malam hari sekalipun, saat ini sulit menemukan kawasan yang hening.
  • Kegiatan konstruksi di kawasan-kawasan tertentu (pemukiman, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain) yang tidak mengindahkan peraturan yang berlaku.
  • Kegiatan industri (kecil, menengah maupun besar) yang berada di sekitar kawasan pemukiman dan tidak mengindahkan peraturan yang berlaku.
  • Bencana besar sudah dapat dibayangkan di masa depan:
  • Rendahnya kualitas hidup masyarakat karena kebisingan yang makin menggila.
  • Masyarakat yang kacau batinnya sehingga menimbulkan sikap agresif dan kekerasan di mana-mana.
  • Manusia Indonesia yang sehat lahir, batin dan sejahtera seperti dicita-citakan tidak akan pernah tercapai.
Oleh karena itu dibutuhkan upaya-upaya intensif oleh berbagai pihak untuk menanggulanginya segera dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Untuk itu Masyarakat Bebas-Bising didirikan, sebuah kelompok masyarakat yang terdiri dari individu, organisasi dari berbagai disiplin, yang seluruh kegiatannya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran dan prakarsa masyarakat serta kepedulian pihak pengambil keputusan untuk bersama-sama menanggulangi masalah tersebut.

Beberapa kegiatan yang segera akan dilakukan oleh Masyarakat Bebas-Bising antara lain:
  • Kampanye publik mengenai bahaya dari polusi kebisingan, baik bagi individu maupun masyarakat dan lingkungan secara umum.
  • Mendesak pemerintah untuk segera melengkapi kebijakan atau regulasi serta meningkatkan pengawasan pelaksanaan peraturan yang sudah ada, dalam rangka mewujudkan lingkungan bebas bising dan perlindungan masyarakat.
  • Menggerakkan keterlibatan masyarakat secara luas untuk bersama-sama mewujudkan lingkungan bebas bising, kesehatan dan kenyamanan masyarakat.
Masyarakat Bebas-bising percaya bila ada kemauan dan kerja akan ditemukan solusi, sebab ada cukup pengetahuan dan pengalaman yang dapat dimanfaatkan.

Jakarta, 23 Januari 2010

Ahmad Syafii Maarif – Akademi Jakarta
Nh. Dini – Akademi Jakarta
Slamet Abdul Sjukur – Akademi Jakarta
Marco Kusumawijaya – Dewan Kesenian Jakarta
Luthfi Assyaukanie – Freedom Institute
Bulantrisna Djelantik – SE Asia Society for Sound Hearing
Damayanti Soetjipto – Komnas PGPKT
Abduh Aziz – Dewan Kesenian Jakarta
Ronny Suwento – THT Komunitas FKUI-RSCM
Soegijanto – Teknik Fisika ITB
Soe Tjen Marching – Majalah Bhinneka
Upik Rukmini – praktisi
Bayu Wardhana – Penggiat Peta Hijau Jakarta
Sigit – SERRUM
Arief Adityawan/Genep Sukendro – GRAFISOSIAL
Atieq SS Listyowati – AppreRoom
Rizal Abdulhadi – Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat
Dyah Okty Moerpratiwi/Agnes Elita Anne/David Imanuel Sihombing – Garuda Youth Community

Kontak :
Ati / Nefa
Dewan Kesenian Jakarta
Komplek Taman Ismail Marzuki Jakarta
Jl. Cikini Raya No. 73
Telp: 021 – 3162780
Fax: 021 – 31924616
Email: bebas-bising@yahoo.com